• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Mari belajar Drama Lewat Blog
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM HUMOR KETAWA NGAKAK DI SENAYAN ( HUMOR-HUMOR ANGGOTA DPR)

Senin, 04 Januari 2010
A. PENDAHULUAN
Humor merupakan aktivitas kehidupan yang sangat digemari. Di sini humor menjadi bagian hidup sehari-hari. Humor tidak mengenal kelas sosial dan dapat bersumber dari berbagai aspek kehidupan. Humor adalah cara melahirkan suatu pikiran, baik dengan kata-kata (verbal) atau dengan jalan lain yang melukiskan suatu ajakan yang menimbulkan simpati dan hiburan. Dengan demikian, humor membutuhkan suatu profesi berpikir. Seorang pakar budaya Jawa, Prof. Dr. Poerbadjaraka mengatakan dengan humor kita dibuat tertawa, sesudah itu kita disuruh pula berpikir merenungkan isi kandungan humor itu, kemudian disusul dengan berbagai pertanyaan yang relevan dan akhirnya kita disuruh bermawas diri. Humor bukan hanya berwujud hiburan, humor juga suatu ajakan berpikir sekaligus merenungkan isi humor itu.
Humor yang beredar di masyarakat memiliki beragam bentuk dan fungsi. Dari bentuknya, ada humor yang berbentuk lisan, tulis, bahkan gambar yang biasa disebut karikatur. Humor yang berbentuk tulisan biasanya disampaikan dalam bentuk cerita humor dan teka-teki. Pada humor tulis ini hanya dapat dilihat aspek kebahasaan (verbal) yang meliputi frase, klausa, dan kalimat. Penggunaan bahasa seperti humor, dalam berbagai konteks komunikasi menyebabkan munculnya bentuk-bentuk wacana. Karena humor sebagai suatu bentuk atau jenis wacana, maka wacana humor ini dapat diteliti dengan analisis wacana.
Pragmatik yang diterapkan sering digunakan untuk menyegarkan suasana, untuk menyindir secara halus, dan sebagainya tetapi menimbulkan kesan menyenangkan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut: “ Bagaimanakah analisis tindak tutur dalam percakapan yang mengandung humor para anggota-dnggota DPR?” tujuan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui gambaran tindak tutur yang mengandung humor yang sering terjadi di genung senayan terutama pada saat para anggota sedang mengadakan acara pertemuan. Manfaat yang dapat diperoleh melalui makalah ini antara lain: dapat mengetahui tindak tutur yang mengandung humor yang sering terjadi di genung senayan terutama pada saat para anggota sedang mengadakan acara pertemuan.karena setiap orang tidak akan lepas dari percakapan sebagai bentuk interaksi dengan orang lain.



B. KAJIAN TEORI
Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan Charles Morris (1938). Filosof ini memang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu yang mempelajari sistem tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, dia membedakan tiga konsep dasar yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Sintaktik mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda. Semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan objek. Pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir (interpreters). Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda-tanda bahasa bukan yang lain.
Berbeda dengan Charles Morris, Carnap (1938) seseorang filosof dan ahli logika menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak tertentu yang menunjukkan pada agents. Dengan perkataan lain, pragmatic mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda dengan pemakai tanda tersebut. Selanjutnya, ahli lainkan Montague mengatakan bahwa pragmatik adalah studi yang mempelajari idexical atau deictic. Dalam pegertian yang terakhir ini, pragmatic berkaitan dengan teori rujukan/deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakainya.
Pragmatik merujuk ke telaah makna dalam interaksi yang mencakup makna si pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran yang dikeluarkan (Jucker, 1998: 830). Ninio dan Snow (1996: 45) menyatakan bahwa komunikasi non–verbal pada anak sebelum anak dapat mengeluarkan bentuk yang bermakna sebenarnya merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka mengatakan anak sebanarnya sudah tahu mengenai esensi penggunaan bahasa pada waktu anak berumur beberapa minggu. Kent dan Miolo (1996: 304) bahkan mengatakan bahwa janin pun sebenarnaya telah terekspos pada bahasa manusia melelui lingkungan intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara ibunya dari pada suara orang lain. perbedana antara orang dewasa dengan bayi hanyalah bahwa bayi menaggapi ujaran oarang dewasa tidak secara verbal. Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti pragmatik anak. Dapat dicontohkan, jika anak disuruh oleh orang tua untuk mengambil sesutu benda, dia akan langsung merespon perintah orang tuanya dan memberikan benda itu kepada sasaran yang benar yakni ayah atau ibu.
Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi komunikasi pragmatik antara dia dengan orang lain. Jadi, anak manapun sebanaranya telah menunjukan kemampuan pragmatik sejak dini.
Pragmatik merupakan kajian bahasa yang mencakup tataran makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi cakupannya. Secara umum, pragmatik dapat diartikan sebagai kajian bahasa yang telah dikaitkan dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa dalam hubungannya dengan pengguna bahasa.
Pragmatik sebagai ilmu memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lain. Pragmatik terpola dan berkaitan dengan ilmu lain sehingga menelurkan beberapa kajian. Kajian dalam bidang pragmatik sangat beragam. Bidang kajian itu meliputi: variasi bahasa, tindak bahasa, implikatur, percakapan, teori deiksis, praanggapan, analisis wacana dan lain-lain. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup kajian yang lebih sempit. Seluruh bidang kajian ini tentu berpokok pada penggunaan bahasa dalam konteks.
Kajian pragmatik mulai memasuki dunia bahasa atau linguistik pada tahun 1970-an di Amerika. Pragmatik dalam perkembangannya kini mengalami suatu kemajuan yang pesat. Banyak ahli bahasa yang semakin lama semakin menyadari bahwa usaha untuk menguak hakikat bahasa tidak akan berhasil sempurna tnapa disadari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Kirth, berpandangan bahwa suatu kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipasi.
Wijana, 1992: 2 dalam bukunya Dasar-Dasar Pragmatik mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Jadi makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yaitu berkaitan dengan bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam komunikasi.
Leech (dalam Gunawan 2004:2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam bidang linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua hal:
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa.
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar
Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif (Noss dan Llamzon, 1986: 34). Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian pragmatik ada empat unsur pokok, yaitu hubungan antar peran, latar peristiwa, topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa sehingga dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakekatnya mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat.
Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia dewasa ini, paling tidak dapat diedakan atas dua hal, yaitu (1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar. Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu (a) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa atau disebut ‘fungsi komunikatif’ (Purwo, 1990: 2).
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177). Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.
Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
Salah satu pendekatan analisa fungsi bahasa dalam percakapan adalah melalui teori tindak tutur. Tindak tutur dapat diartikan sebagai sesuatu yang sebenarnya kita lakukan ketika kita berbicara. Seorang filsuf yang bernama Austin (1962: 45) menyatakan bahwa ada ribuan kata kerja dalam Bahasa Inggris seperti: ask (bertanya), request (meminta), require (membutuhkan), order (menyuruh), plead (menuntut) yang kesemuanya menandai tindak tutur.
Searle (1976: 21) mengklasifikasikan tindak tutur dengan berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara kedalam lima kelompok besar.
a. Representatif, tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.
b. Komisif, tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu.
c. Direktif, berfungsi membuat penutur melakukan sesuatu.
d. Ekspresif, berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan.
e. Deklaratif, menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan.
Leech (1993: 11) menyatakan aspek-aspek yang harus selalu dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek tersebut adalah:
a. Penutur dan lawan tutur
Pada dasarnya konsep ini mencakup antara komunikator dan komunikan. Jadi ada pengirim pesan dan ada penerima pesan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep penutur dan lawan tutur adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan lain-lain.
b. Konteks tuturan
Merupakan konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan. Konteks ini pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama pleh penutur dan lawan tutur.
c. Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk mengungkapkan satu maksud tuturan dan sebaliknya satu maksud tuturan dapat diungkapkan dengan berbagai jenis bentuk tuturan.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Pragmatik berkaitan dengan tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hal ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret disbanding dengan tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Kelima aspek tersebut menurut Leech harus selalu diperhatikan dalam mengkaji setiap tuturan karena setiap tuturan akan selalu terikat pada konteks yang melingkupinya.
Analisis wacana yang khusunya diterapkan dalam bahasa percakapan diartikan sebagai suatu upaya penelitian penggunaan bahasa (Brown and Yule, 1986: 21) baik sebagai medium pernyataan fakta maupun perasaan dari seseorang kepada orang lain. Pengertian ini dapat dipakai dalam konteks acuan teori psikologi sosial yang digunakan, yaitu interaksionisme simbolik. Perspektif ini membantu kita dalam mengamati penggunaan bahasa sebagai sarana untuk memahami posisi sosial karena identitas pribadi bahasa tersebut (Corsaro, 1979: 53).
Suatu claim merupakan suatu pernyataan verbal atau gerakan fisik yang menunjukkan posisi sosial seseorang secara relative dalam hubungannya dengan orang lain. Accaunt adalah pernyataan verbal yang menjelaskan adanya gangguan hubungan interpersonal karena terjadinya perilaku yang tidak dikehendaki atau diharapkan. Accaunt ini dinyatakan untuk memberi atribusi pertanggungan jawab atas keadaan tertentu dalam hubungan interpersonaliti (Scott dan Layman, 1968: 34).
Analisis tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin dirumuskan menjadi tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu: (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutur ilukosi, dan (3) tindak tutur perlukosi.
Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penyususnan makalah ini, penulis menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan mengamati dan memperhatikan wacana percakapan yang di tulis oleh Baharudin Aritonang. Peran penulis yang diambil hanya mengamati wacana percakapan yang terjadi antar anggota DPR di gedung Senayan.
C. PEMBAHASAN
Humor kata orang adalah obat kehidupan. Ungkapan itu benar juga, sebab di kala orang sedang stress dan jenuh memikirkan mekanisme kehidupan, di kala orang harus terpenjara oleh kerutinan yang memenatkan otak, dan di saat orang tidak mampu lagi mengendalikan kehidupan yang memusingkan pikiran, humor menjadi sarana yang tepat untuk menyegarkan kembali pikiran dan otak mereka yang penat, stress dan penuh dengan beban kehidupan.
Humor merupakan kemampuan mental dalam menemukan, mengekspresikan atau mengapresiasikan seseuatu yang lucu atau sesuatu yang benar-benar tidak lazim. Lusu adalah kata sifat yang berarti membuat orang tertawa atau terbahak-bahak melalui kemustahilan, keanehan, sesuatu yang berlebihan atau eksentrisitas yang nyata. Dari pengertian itu akan menjadi jelas bahwa sesuatu yang aneh dan tidak lazim yang bisa membangkitkan tawa bisa dikategorikan sebagai humor.
Humor itu banyak ragamnya, ada humor negative dan ada yang positif. Humor negative adalah humor yang didalamnya berisi sesuatu yang tidak baik yang berbau SARA, porno, hinaan dan celaan maupun berisi sesuatu yang tidak baik lainnya. Sedangkan humor yang positif adalah humor yang bisa membangkitkan sesuatu yang baik bagi pendengarnya. Bisa saja orang yang mendengar humor merasa tergugah hidupnya untuk menjadi yang terbaik, bisa saja orang yang mendengar humor positif tersebut merasa kena kritikan untuk menjadi orang yang baik, dan lain sebagainya.
Namun, ada juga humor yang mengandung muatan-muatan sosial dan cultural yang tidak bisa dianggap enteng. Dalam sebuah percakapan sering dijumpai penggunaan pragmatik yang mengandung humor. Namun, kadang-kadang hal tersebut baru disadari kemudian karena terjadi secara spontan tidak harus disusun atau dirancang terlebih dahulu. Percakapan antara dua orang atau lebih, bagi seorang penutur dapat dianggap humor, tetapi belum tentu orang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kepekaan dan tingkat kepahaman tiap-tiap orang.

a. Analisis Tindak tutur Lukosi
Tindak tutur lukosi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti ” berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Pengertian lain mengatakan bahwa pengertian lukosi juga dapat diertikan sebagai tindak tutur yang dilakukan pembicara berhubungan dengan perkataan sesuatu seperti memutuskan, mendoakan, merestui, dan menuntut. Dalam ketawa ngakak di senayan ditemukan tindak tutur lokusi seperti pada salah satu humornya sebagai berikut :

TOILET WAPRES
Toilet ternyata juga bias menjadi pangkal kemarahan. Begini ceritanya. Seorang teman anggota DPR, Zain Badjeber, Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan yang sudah malang melintang di panggung poliitk pernah dibuat kesal oleh toilet ini.
Ia bercerita, kalau di markas partainya diJalan Diponegoro yang kini lumayan megah itu hanya terdapat 2 kamar kecil. Satu dilantai pertama dan satunya lagi di lantai dua. Saat partai ini melakukan rapat harian yang letaknya dilantai dua, kawan ini bolak-nalik ke belakang. Entah karena dibuat kebelet olrh air condisioner (AC) yang amat dingin itu atau karena menderita beres.
Karena dilantai dua ada toilet ia pun bermaksud mencari yang terdekat. Daripada ke lantai satu, nanti malah gak sampai di toilet sang ari ini sudah nyemprot. Namun, pintu toilet ini selalu saja terkunci.Terpaksalah dia turun ke lantai satu.
Karena ia berkali-kali ke belakang, ia tak tahan naik-turun tangga. Ia pun bertanya kepada karyawan disitu.
“ Yang mengunci Paspampres Pak,” jawab karyawan yang ditanya itu. Yang bersangkutan baru dasar bila toilet dilantai itu kini khusus untuk Pak Hamzah Haz, Wakil Presisen RI yang tak lain dari ketua umum partainya.
“Kalau yang dilantai satu bisa Pak,” ujar sang karyawan menambahkan.
Ia pun berpikir, rupanya “ air seni “ orang nomor dua di negeri ini tidak boleh bercampur sembarangan dengan “air seni “ orang semacam dia.
Kalimat ang bergaris bawah pada humor si atas menunjukan adanya maksud kalimat yang menyampaikan suatu keputusan dari si pembicara (Karyawan gedung senayan), bahwa toilet dilantai itu( lantai 2) kini khusus untuk Pak Hamzah Haz, Wakil Presisen RI yang tak lain dari ketua umum partainya. Sedangkan toilet yang berada di lantai I bisa dipakai oleh siapa saja. Namun maksud sang penanya teman anggota DPR, Zain Badjeber, Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan diterima dengan pemahaman berbeda yang menangkap maksud sang karyawan memutuskan bahwa air seni orang nomor dua di negeri ini tidak boleh bercampur sembarangan dengan “air seni “ orang lain pada umumnya.

b. Tindak Tutur Perlukosi
Tindak tutur perlukosi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistic dari oranglain. Hal itu dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar mau melakukan hal yang disampaikan

BERHENTI MEROKOK

Jika orang ingin melihat cermin kebiasaan merokok di masyarakat Indonesia, sebenarnya cukup dating ke Senayan saja. Keebiasaan merokok ini umum dikalangann anggota dewan. Dimana-mana orang terlihat merokok. Waktu istirahat, lobby, ataupun ketika sedang rapat.
Tak heran bila ruang sidang anggota dewan, jarang yang bebas rokok. Mungkin hal tiu Cuma kita temukan di ruang komisi VII yang mitra kerjanya termasuk Departemen Kesehatan.”Dilarang Merokok”, demikian tanpa peingatan yang tertempel di ruang siding Komisi ini, Dan para anggota tampaknya dengan disiplin mengikuti. Teman-teman yang mau merokok terpaksa pergi ke luar.
Dalam kaitannya dengan merokok ini, seorang Nyonya menemui dokter di poliklinik DPR untuk berkonsultasi. Dia ini mestinya isteri seorang anggota dewan yang terhormat itu.
“Dokter, bagaimana caranya agar suami saya berhenti dengan kebiasaan merokok?” Tanya Nyonya ini kepada Dokter poliklinik yang hamper botak itu.
“Seks!”, tugas dokter yang penyabar itu singkat. “Setiap kali mau merokok, ganti dengan seks”, tambahnya.
“ Dokter tau nggak. Suami saya itu sehari biasanya menghabiskan 20 batang rokok. Mana tahan???, tanyanya.
Kalimat yangbergaris bawah di atas merupakan sebuah tindak tutur perlukodi karena bermaksud untuk mempengaruhi atau membuat si pendengar untuk melakukan sesuatu sesuai dengan anjuran sang dokter sebagai pembicar. Pada kalimat tersebut kalimat yang di ucapkan oleh dokter kepada istri anggota dewan yang suaminya selalu merokok berusaha menyampaikan suetu ide berupa kalimat agar istri anggota dewan tersebut mau mengikuti anjurannya. Meskipun anjuran tersebut tidak masuk akal.


c. Tindak Tutur Ilukosi
Tindak tutur ilukosi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilukosi ini biasanya berkenaan dengan pemberian ijin,mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.

LAKI-LAKI DAN SAPI
Kegemaran anggota DPR dari pusat hingga daerah melakukan studi banding bukan cerita baru lagi. Tak jarang para anggota dewan itu membawa anggota keluarnganya.
Suatu ketika seorang anggota komisi peternakan dan perkebunan DPR melakukan studi banding di Australia. Komisi ini ingin melihat dan mendapat masukan dari Negara Kanguru itu tentang ternak sapi. Karena kunjungannya cukup lama, beberapa anggota komisi itu membawa serta istrinya.
Mereka pun mengunjungi pusat pengembangan peternakan sapi unggul yang di miliki Australia. Juru bicara peternak itu sibuk menjelaskan satu per satu jenis yang unggul.
“Ini jenis sapi X yang mampu mengawini tiga ekor sapi betina dalam sehari,” kata juru bicara sambil mengelus-elus sapi yang memang kelihatan gagah itu. Seorang istri anggota dewan yang ikut mengunjungi peternakan itu langsung menyenggol suaminya.
“Yang ini lebih hebat lagi. Dia mampu mengawini lima ekor betina dalam sehari,” sang juru bicara melanjutkan penjelasannya.Istri anggota dewan itu kembali menyenggol suaminya.
“Nah yang ini Janis baru yang sedang kami kembangkan. Dia mampu mengawini 10 betina dalam sehari”, ujar juru bicara itu membanggakan hasil temuan lembaganya. Para anggota dewan yang diberi penjelasan taak henti-hentinya berjecak kagum. Hari ini istri anggota dewan tidak lagi menyenggol suaminy melainkan menginjak kaki saminya.
“ Ada apa sih mam?”, Tanya suami itu pada istirnya yang mulai tadi berubah.
“ Tanya in donk sapi itu bias kuat”, bisik istrinya dengan gemas.
“ Pejantan itu bisa kuat minum samuan apa ya, pak”, Tanya anggota itu.
“ Nah, kalau soal ranuannya rahasia. Tapi memang harus di akui betinanya berbeda-beda!”, balas si juru bicara.

Kalimat yang beri garis bawah di atas menunjukan tinadak tutur ilukosi dimana pembicara menyampaikan maksud untukmenawarkan atau mengusulkan atas pokok pembicaraan yang sedang berlangsung meskipun usulan atau penawaran yang disampaikan tidak masuk akal.


KONTAMINASI

Dalam sebuah rapat kerja di Komisi yang membidangi pangan, sampailah pada topic hubungan gizi dengan perkembangan anak di tanah air. Kebetulan salah satu Dirjen mitra kerja komisi itu guru besar bidang gizi. Tak pelak sang guru besar ini menyinggung kontaminasi ( tercemarnya makanan dengan bahan-bahan lain yang tidak di ingginkan) yang dialami oleh sebagian bayi di tanah air.
“Tidak terasa bayi-bayi di negeri kita banyak mengalami kontaminasi. Ternasuk melalui ibunya!”, ucap professor membuat peserta siding mendengan serius.
Yang pertama kontaminasi oleh pestisida, bahan pembunuh serangga, yang terjadi melalui air susu ibu alias ASI. Yang kedua, bayi-bayi itu juga berkontaminasi oleh rokok kretek!, tambahnya yang membuat para peserta sidang tertawa riuh, meski tak dijelaskan apa hubungannya.

Kalimat yang bergaris bawah diatas merupakan sebuah tindak tutur ilukosi yang memilikimaksud dan tujuan memberikaputusan bahawaterjadinya kontaminasi susu ASI dan makanan. Kontaminasi tersebut oleh salah satu pembicara dalam komisi yang membidangi pangan menyampaikan kesimpulannya, yaitu bahwakontaminasi kedua adalah rokok kretek yang dirokok oleh bapak-bapak anggota dewan. Hal itu disampaikan selain untuk humor penghangat suasana juga untuk menyindir anggoa dewan yangtidak mau berhenti darimerokok.


D. PENUTUP
Dari hasil analisis sederhana yang telah diuraikan di atas, dapat di ambil kesimpulan, pertama bahwa fungsi pragmatik wacana humor pada umumnya bersifat menghibur, yang bukan berarti fungsi menghibur ini berbicara tentang hal-hal yang tidak atau kurang bermakna. Secara umum, penggunaan bahasa untuk mencapai efek kelucuan pada humor digunakan teknik kejutan, yang terdiri dari ironi dan plesetan. Kedua bahwa
keberadaan tindak tutur dalam humor yang ditulis berdasarkan hasil pengamatan para anggota dewan dapat berupa tindak tutur lokusi, tindak tutur ilukosi, dan tindak tutur perlukosi. Hal ini menunjukan bahwa peristiwa tindak tutur selalu terjadi pada setiap aktifitas dan komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya.


Daftar Pustaka
Baharudin Aritonang . 2003. Ketawa Ngakak Di Senayan. Jakarta : Pustaka Pergaulan.
Budhi Setiawan. 2006. Pragmatik. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Dhaer, Abdul dan Leonie Agustina.1995 . Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta : Rineke Cipta.

Sumarlam. 1995. “Skala Pragmatik dan Derajat Kesopansantunan dalam Tindak Tutur Direktif”. Dalam Komunikasi Ilmiah Linguistik dan Sastra (KLITIKA). No. 2 Th. II, Agustus 1995. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo.

3 comments:

agusmusikmts mengatakan...

sip ,maju terus

estismabatiksatu mengatakan...

Agus... maju terus nabrak- nabrak lho... thank's segalanya.

karjiman pahing mengatakan...

wkwk.. mantap artikelnya.

terapi kejantanan pria

Posting Komentar

 
BAHASA DAN SASTRA SANG MERPATI PUTIH © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates