• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Mari belajar Drama Lewat Blog
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

KERINGAT ISTRIKU

Minggu, 18 April 2010

KERINGAT ISTRIKU

Oleh: Esti Suryani

Sosok laki-laki tampan dengan penampilan tenang telah mengantongi jabatan kepala bagian di kantornya. Sebuah Departemen di Kota Bengawan. Usia 40 dia tampilkan dalam wujud kepiawaiannya dalam karir di tempat ia bekerja. Sebuah usia yang mantang bagi seorang laki-laki untuk bersikap dan bertindak. Bahkan dalam menyelesaikan tugas-tugas di kantornya akan selau ditangganinya secara profesional melalui tahap demi tahap hingga selesai dengan hasil yang selalu memuaskan.

Dimas adalah sosok laki-laki yang memilik kharisma di mata rekan-rekan kerjanya. Sikapnya yang supel dan terbuka selalu menjadi perhatian dan daya tarik tersendiri.

Hari sabtu dan minggu hari libur selalu di habiskannya dengan keluarga kecilnya. Kali ini kebiasaan itu sudah mulai berubah. Ia lebih asyik dengan telepon ,laptop dan FBnya. Tak kalah dengan para remaja. Tujuannya tidak lain hanya untuk besilahturahmi dan menambah teman. Dimas seharian itu hanya ada di kamar asyik dengan laptopnya.

“ Apa nda ada kerjaan lain selain hanya bertatapan dengan laptop pah…? Tanya Nia istrinya tanpa mempedulikan sikap suami yang kaget mengetahui Nia yang tiba-tiba masuk ke kamarnya.

”Apa mah..?” tanya Dimas sambil mengeser arah laptop agar tidak terlihat layarnya oleh istrinya.

” Sejak kapan mas Dimas jadi pikun gitu , ditanya kok malah balik tanya!” jawab Nia masih tidak mempedulikan sikap Dimas yang grogi.

”Oh.... aku ngga laper kok tadi jam 10.00 udah makan, jam segini belum merasa laper?” jawab Dimas sekenanya

”Pah....aku istrimu, tumben seharian ada di kamar terus apa ngga ada kerjaan lain ?” jawab Nia mulai emosi

”Ini hari sabtu mam.... mana ada kerjaan di kantor, kamu sendiri kenapa, cepat sekali pulang dari kantor?” jawab Dimas sambil mematikan laptopnya.

”Pap.... kenapa kok menyayangkan aku pulang, bukannya suka, biasanya selalu protes kalau aku pulang sore, demi kamu pap.... aku sekarang akan pulang tepat waktu dan lebih sering di rumah” jawab Nia sambil mengenakan baju santai

”Emangnya mama nda mampir dulu ke supermarket beli sesuatu buat papa gitu? Tanya Dimas.

”o... ya maaf pa...aku tadi belanja tapi ketinggalan bentar aku ke supermarket ambil barang-barangku yang ketinggalan di sana”, Nia cepat berlari mengambil sepeda motornya menuju supermarket.

Itu salah satu kebiasaan Nia yang tidak disukai Dimas selalu pelupa, ribet ,tidak bisa tenang, bahkan cenderung bersikap kurang dewasa.

Kepergian Nia membuat Dimas bisa mengela nafas lega, Dimas mengeleng-gelengkan kepala saat melihat baju kerja Nia masih berceceran di atas tempat tidur. Bau tak sedap menyengat di hidung Dimas.

“Nia....Nia.....Bau keringatmu sama persis tukang becak di perempatan dekat kantor aku, kapan kau bisa menghilangkan bau-bau yang kurang sedap ini”, guman Dimas sambil memasukkan baju Nia ke mesin cuci.

Agus cepat-cepat menuju kamarnya membuka lagi laptopnya, kembali melanjutkan obrolannya dengan Belina teman curhatnya di FB.

”Waduh....gara-gara Nia pulang cepat, obrolan dengan anak kuliahan itu jadi terpotong, mana orangnya cantik, seksi, dan yang jelas masih muda, nda seperti Nia yang kurus kering, pantat tipis, dada kayak lapangan, dan yang paling bikin aku mual, keringatnya yang bau tukang becak. ” guma Dimas dalam hati.

Dimas lega bisa terhubung lagi dengan gadis yang selalu ia hubungi sejak ia mengenal facebook.

” Lina....tadi aku off mendadak karena ada tukang sayur yang datang nagih utang istriku, beginilah jadi suami dari istri yang tidak bertanggung jawab” tulis Dimas berbohong di chattingnya

”Mas Dimas....aku prihatin laki-laki setampan kamu tidak dapatkan layanan keistimewaan dari istrimu, seandainya saja aku bisa jadi istrimu akan aku berikan yang terbaik untukmu mas” jawab Lina.

“ Makasih sayang....Badanku capek banget, hari ini hari yang sangat melelahkan sekali” Tulis Dimas dalam pesan masuk FBnya ke Belina.

“ Aku pijit mas…Meskipun hanya dalam imaji, aku sayang banget sama mas Dimas, kapan-kapan kalau kita ketemuan pasti aku pijit beneran kok”, Jelas Belina dengan lembut.

“ Fel…aku juga kangen pengin ketemuan, tetapi kesempatan dan waktu yang membuat kita tidak bisa bertemu” Jelas Dimas.

“ Mas….Simpan dulu kangenmu kita pasti akan bertemu pada waktunya nanti, sekarang aku mau ujian semester jadi fokus dulu pada kuliah aku, aku berharap mas Dimas masih pegang rasa kangenku”, kata Felima menenangkan Dimas.

Dimas merasakan ada kedamaian bila mulai bercakap-cakap dengan Belina teman curhatnya dalam dunia maya. Setiap kali ngobrol Dimas selalu larut dalam imajinasinya, ia merasakan terbang tinggi bersama Belina dan melupakan istrinya Nia yang selama ini sangat setia mendampinginya.

dimas mulai mematikan laptopnya dan tertidur bersama bayang-bayang Beline dalam mimpinya. Nia masuk ke kamar, heran melihat suaminya tertidur lelap. Tiba-tiba mendengar getaran hp suaminya, Nia melihat kearah suaminya, tapi tak ada respon sedikitpun ia terlelap dalam tidurnya. Nia mengamil hp, membuka, dan membaca isinya.

“Mas Dimas Aku semakin kangen….” Kat Belina dalam smsnya.

Tangan Nia bergetar dan terus bergetar semakin keras, jantung seakan berhenti, dada mulai sesak, matanya terbelalak kemudian redup dan semakin redup menahan kekecewaan bercampur kemarahan. Mulut manisnya bungkam seribu bahasa. Kemudian Ia menarik nafas panjangnya. Cepat-cepat ia balas sms dari Belina teman kencan suaminya di FB.

” Sayang...aku juga kangen...”. jawab Nia di hp suaminya untuk Belina.

Sesaat Nia menunggu balasan dari Belina sambil berjaga kalau-kalau suaminya terbangun dari tidur. Sambil menunggu dia memandangi wajah suaminya yang masih begitu muda di usianya yang ke- empat puluh ini. Dia tidak menyalahkan kalau ada perempuan lain yang merindukan suaminya. Sudah 13 tahun usia perkawinannya dan memiliki 2 anak perempuan manis-manis. Akhir-akhir ini ada yang berubah pada diri Dimas, mulai lebih banyak bersikap diam pada istrinya, lebih asyik dengan laptopnya. Sering tengah malam Dimas asyik dengan laptopnya bahkan hari-hari terentu membiarkan dirinya tertidur dimeja sebelah laptopnya sampai pagi.

Getaran hp Dimas terdengar lagi cepat diambil Nia sebelum suaminya terbangun. Nia menarik nafas panjang terlebih dahulu sebelum membaca isi sms dari Belina.

” Mas Dimas sayangku...entar malem kita ketemu lagi ya... buat ngilangin rasa kangenku yang serasa setengah mati ini...” tulis Belina dengan penuh kemanjaan.

” Ya sayang... aku menunggu dengan setia saat-saat semua tertidur dan kita menghabiskan malam-malam berdua. Sampai nanti tengah malam sayangku...”. Jawab Nia dengan tangan-tangan gemetaran.

Nia cepat-cepat menghapus tulisan-tulisannya untuk Belina dan tetap membiarkan tulisan Belina tetap ada. Kemudian beranjak cepat menuju ke dapur memasak dengan perasaan yang tidak menentu.

Setelah selesai memasak ia segera ke kamar mandi untuk menumpahkan segala kekecewaannya. Ia menangis sepuas-puasnya duduk di lantai kamar mandi sengaja membiarkan air kucuran kran di atas kepalanya membasahi baju dan rambutnya yang panjang itu. 1 jam kemudian ia keluar dengan lilitan handuk besar dibadannya yang semakin kering. Di depan cermin diamatinya seluruh badannya lama sekali.

”Ternyata aku ini sudah kelihatan tua. Berbeda dengan aku yang dulu, Sama sekali tidak terlihat kecantikanku di masa 15 tahun yang lalu”, guman Nia. Ia meraba telingga, leher, dan tangannya.

” Bahkan perhiasanpun tidak pernah aku kenakan lagi, aku lebih menyukai yang serba polos karena lebih nyaman buatku” kata Nia dalam hati.

Nia duduk di kursi depan meja riasnya dan memperhatikan pemandangan diatas meja di depan cermin yang hanya terlihat bedak Babby milik Aisyah dan Difah kedua anaknya yang selalu ia pakai manakala mau berangkat kerja.

Saat ini sosok perempuan yang sangat membuat bersemangat dalam hidup Dimas memang Belina, teman curhat, teman ngobrol, dan teman bergurau yang selalu bertemu dalam laptop dan hpnya. Pagi hari sebelum kerja tepat pukul 07.00 wib Dimas sudah off dengan laptopnya hingga pukul 08.00 wib saatnya mulai bekerja dengan kesibukannya di kantor sebagai kepala bagian. Kemudian muncul lagi pada saat istirahat, dan sebelum pulang kantor masih dilanjutkan. Sesaat ia lupa anak istrinya manakala sudah terhubung dengan Belina yang sangat memperhatikannya meskipun hanya dalam dunia maya.

Pagi itu Nia berangkat lebih awal dari biasanya. Ia membuka laptop, iseng-iseng membuka FB, melihat-lihat status teman dan saudara-saudaranya. Matanya berhenti membaca status suaminya dengan tulisan yang sangat mengesankan.

”Merindukan sosok sepertimu”, tulis Dimas.

Perasaan yang kemaren siang ia rasakan, kini hadir kembali diantara relung-relung hatinya yang mulai terasa kerontang. Tenggorokannya terasa kering dan ngilu, Tangannya mulai bergetar lagi mendengar teriakan nadi-nadinya yang mulai mengering, kekeringan dalam kepedihan. Nada dering hp di kantong membuyarkan lamunannya, sesaat ia biarkan hingga diam dengan sendirinya, tiga menit kemudian terdengar lagi deringnya, lalu dibukanya sms dalam hpnya.

”Selamat siang Nia...selamat atas 100 % PNS kamu mudah-mudahan jadi lebih barokah lagi. Aku tunggu syukurannya. Aku bisa ke Solo atau kamu ke Semarang (Hananta)”, tulis Hananta dalam sms.

Nia masih berpikir keras membaca tulisan yang penuh femilier itu, siapa Hananta yang terlihat akrab sekali dengan sapaannya. Lama berpikir akhirnya segera menemukan inggatan yang sesaat hilang.

” Pak Hananta... yang ganteng dengan pembawaan tenang itu ?, makasih ya.., entar aku syukuran Pak Hananta pasti aku undang, Tapi kenapa Pak Hananta masih inggat aku..?” jawab Nia dalam sms penasaran.

”Nia masak kamu lupa aku itu sering diam-diam memperhatikan kamu, entah ada apa dengan dirimu, yang pasti aku suka aja dengan kesahajaanmu itu” jawab Pak Hananta lagi..

Sedikit terhibur hati Nia sejak Pak Hananta rajin menelpon dan mengsmsnya. Serasa ada seseorang yang mengisi kekosongan hatinya sejak Suaminya Dimas mulai jarang menemaninya, sibuk dengan dirinya sendiri.

Sore itu Nia sengaja mengajak Dimas suaminya jalan-jalan ke Mall terdekat dengan kedua anaknya. Dimas memilih duduk sendiri dengan kebiasaannya membuka-buka isi hp. Nia mendekat dan menirukan sikap Dimas yang sibuk dengan hpnya. Tak berlangsung lama Nia menjauh dari Dimas dan bergabung bersama kedua anaknya yang asyik bermain di taman. Tidak jauh dari situ ada seorang lelaki tampan dengan penampilan tenang mendekati Nia dan menyapanya. Wajah Nia berubah total, cerah dan penuh senyum. Seperti mentari yang muncul dipagi hari didampingi awan-awan cerah memancarkan harapan-harapan baru yang membiru.

”Pak Hananta... aku pikir janji ketemu kita hanya main-main, ternyata Pak Hananta semakin membuat serius pertemanan kita”, kata Nia dengan wajah cerah.

” Aku serius, dan sangat serius, entah ada magnet apa didirimu Nia... tapi yang pasti aku inggin dekat denganmu!”, jawab Pak Hananta memantapkan Nia.

Nia dan Pak Hananta asyik ngobrol sebentar-sebentar diselinggi gelak tawa kemudian bergabung bermain bersama-sama anak-anaknya. Terbersit dalam pikiran Nia sosok Pak Hananta melekat pada diri suaminya pasti akan merasakan kebahagiaan seperti ini dengan anak-anaknya. Nia ikut bergabung bermain lingkaran bergandengan dengan tangan Pak Hananta.

Sesampai di rumah Nia menunggu reaksi dari suaminya yang hanya diam, sebentar-sebentar matanya mencuri-curi pandang pada Nia. Nia semakin bertingkah menyadari sikap Dimas yang mulai bereaksi.

” Mah ....kok dari kemaren da nyiapke makanan buat papa?, tanya Dimas Sore itu.

”Pah... mamah capek dengan sikap papah, wajar kalau mama lama-lama ada rasa malas untuk menyiapkan semuanya untuk papa. Apalagi papa lebih memilih sibuk dengan perempuan lain” jawab Nia pelan.

”Jangan Salah mah...aku Cuma smsan, curhat, dan ngobrol di telpon tidak lebih dari itu”, kata Dimas dengan suara keras.

” Apa yang diajarkan papa ke mama suatu saat nanti akan dipetik hasilnya, tunggu aja pah.....!”, masih dengan datar Nia menjawab kalimat keras suaminya.

Pagi itu Nia inggin tampil beda dari biasanaya, Selain hatinya yang sudah mulai terbuka karena Pak Hananta juga karena keingginan dirinya yang mulai menyadari kelemahannya, tidak pernah merawat diri untuk dirinya sendiri apalagi untuk suaminya.

Nia mulai membuka bungkusan pakaian yang dibelinya kemaren, celana lea jeans dan t-shirt ketat lengan panjang, lalu ia kenakan. Lama memperhatikan badannya ternyata ada yang kurang, dadanya masih terlihat tipis dan pantatnya juga terlihat tanpa gelombang. Diambilnya bra tebal dan celana dengan korset panambah tebal pantat yang dipinjamnya dari salon banci depan rumahnya tadi pagi-pagi sekali.

” Ndah baru pantas ini...Nia dengan postur tubuh penuh dinamika , tubuh yang sempurna, ditambah alis, pemerah bibir,dan Parfum cukuplah membuatku semakin sempurna”, Kata Nia pelan sambil bergaya didepan cermin, tangannya sibuk merias wajahnya yang manis.

Mata Dimas tidak berkedip ketika melihat penampilan Nia yang sangat berbeda dari biasanya. Bedak Babby dan parfum keringat tukang becak sudah hilang dari hidungnya. Yang dilihatnya sekarang sosok perempuan menarik luar dalam dengan gaya yang menakjubkan.

” Mas aku keluar dulu ada keperluan, aku pinjam mobilnya ya...” pamit Nia pada suaminya sembari mencium pipi suaminya.

”Ya... hati-hati di jalan”, jawab Dimas cemas. Dimas masih dengan wajah benggong melihat Nia bersikap mesra, biasanya hanya mencium tangannya saja tanpa cium pipi. Nia juga merasakan perbedaan Dimas yang berpesan agar hati-hati yang tidak biasanya dikatakan.

Laptop segera dimatikannya, diam-diam segera beranjak menguntit Nia yang pergi dengan mobil sedannya. Sejak pernikahan baru pertama kali ini Nia pergi tanpa minta ditemani suami. Nia bersama mobil sedannya berhenti di sebuah cafe, disambut oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan.

” Lho itu kan laki-laki yang kemaren ketemu Nia di taman, ternyata berlanjut sampai di Cafe”, guman dimas dalam hati.

Dimas menyetater sepeda motornya lagi ketika melihat Nia pergi berdua dengan laki-laki itu tanpa kedua teman perempuannya.

” Mau kemana Nia ini, hanya berdua, ah....paling juga hanya disuruh atasannya menyelesaikan pekerjaan kantornya. Mana ada laki-laki yang tertarik sama Nia, Baru dekat saja pasti sudah mual bau parfum keringatnya. Tapi nda ada salahnya kalau aku ikutin Nia dengan laki-laki itu”, kata Dimas dalam hati tanpa merasakan getaran hp di kantong bajunya.

Malang bagi Dimas tidak dapat mengejar mobil yang membawa istrinya meluncur kencang ke arah semarang.

Nia pulang hampir magrib, langsung menuju kamar mandi. Dimas mengendap-endap ke kamar meneliti pakaian yang barusan dikenakan istrinya.

” Nia....ternyata kamu pake bra besar dan ini... ada bantalan pantat, lalu...dari mana dia dapatkan semua ini”, guman Dimas penasaran dan melanjutkan penelitiannya dengan menghirup aroma di baju Nia.

” Biasanya bajunya bau keringat tukang becak, terutama bagian ketiak, tapi kok ini da bau badan sama sekali, wah.... harum sekali”, Kata Dimas pelan kemudian kembali duduk di ruang tengah melihat acara TV.

Hati Dimas terkesiap menyaksikan istrinya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah sehabis keramas. Dalam pikiran Dimas berkecamuk berbagai bayangan-bayangan yang telah terjadi pada diri Nia.

”Apa yang telah mereka lakukan ketika berduaan saja. Apakah dia.....telah...Ahh ....tidak, tidak akan melakukan itu da mungkin ada laki-laki yang tertarik sama Nia?”, Cepat dimas menetralkan pikiran buruknya.

Sore itu di taman halaman depan rumahnya Nia dan kedua anaknya asyik bercengkrama tanpa Dimas, Sebentar-sebentar menerima telpon bergantian dari Hananta diselinggi tawa gembira.

, ”Mah... Besok minggu Om Hananta ngajak kita ke taman lagi terus Asiyah juga pengin berenang juga lho mah... Om Hananta pasti mau nemani kita berenang to...?” Kata Asyah manja.

” Aisyah... om Hananta pasti mau nemani kita” jawab Nia keras agar terdengar di telingga Dimas.

Kerongkongan Dimas kering sesaat mendengar obrolan istri dan anak-anaknya. Seperti ada daging keras yang tiba-tiba menyumbat kerongkongannya. Tidak lama kemudian terdengar lagi ucapan anaknya yang terkecil.

”Mah...kalau saja yang jadi papa kita Om Hananta pasti kita bergurau, senang-senang, tertawa, bermain terus mah...”, kata Aina manja.

” Yok.....kita masuk ke dalam di luar banyak angin” kata Nia mengalihkan pembicaraan.

Dimas melekatkan nama Hananta lekat-lekat di kepalanya. Matanya bisa terpejam tapi pikirannya terbang kemana-mana. Dimas merasakan sebagai laki-laki yang sangat egois kalau melarang Nia berteman dengan laki-laki lain. Sementara aku telah jatuh cinta dengan Belina, perempuan yang aku kenal melalui FB. Apalagi kalau bukan jatuh cinta namanya, setiap saat selalu inggin terhubung dengannya, merasakan kerinduan, bahkan ketika berdua dengan Nia merasakan Nia adalah Belina, baru akau tersadar manakala terhirup udara kurang sedap pada bau ketiaknya, bau keringat tukang becak. Belum lagi ketika menyadari Nia yang sekarang sudah tidak sedap dipandang mata, badannya yang tipis dan wajahnya yang terlalu polos tanpa pernah ada bedak yang menempel. Tapi yang lebih membuat Dimas tak habis pikir adalah Nia tidak marah mengetahui keakrabanku dengan Belina gadis FB itu.

Sejak musim liburan sekolah ini Dimas lebih sering pulang rumah tepat waktu, kesukaannya dengan hp dan Laptop sudah mulai berkurang. Siang itu buru-buru pulang memangil Nia dengan suara yang mesra.

”Mama Sayang...Papa pulang nih... bawa sesuatu untuk kamu, cepet buka pintu kamarmu! ”, seru Dimas sambil mengetuk pintu kamar.

”Mbok Yah.... mamah dan anak-anak kemana...? tanya Dimas pada pembantunya.

” Lho ... bapak sudah pulang to... biasanya kan sore bahkan kadang sampai malam, tadi nyonya, Aisyah, dan Aina dijemput seorang laki-laki ganteng dan gagah tuan! ”, tegas mbok yah tanpa memperhatikan perasaan Dimas yang kecewa.

” Ini ada surat dari nyonya pak! ”’ kata mbok yah sambil mengulurkan surat.

Dimas segera menerima dan membuka surat dari istrinya.

Papah yang mamah cintai...

Mamah dan anak-anak pergi berlibur bersama anak-anak, sengaja tidak mengajak papah agar pekerjaan papah di kantor dan kesibukan papah bersama gadis FB tidak terganggu. Moga kita masih dipertemukan lagi. Beberapa hari saja pah...

Mamah yang selau mengagumi papah

Dimas mengambil hp di kantongnya, kemudian menekan no hp istrinya berkali-kali tapi tidak terhubung juga, samar-samar ada suara getaran hp di bawah bantal tempat tidurnya.

” waduh....Nia...kenapa kamu tinggalkan hp di rumah, bagaimana aku bisa menghubungimu...? ” tanya Dimas kesal.

” Mbok Yah...mereka pergi membawa kopor nda? ” tanya Dimas.

” Sepertinya tidak, hanya bawa tas kecil, anak-anak juga tidak membawa mainan”, jawab mbok Yah menjelaskan.

Seminggu pertama kepergian anak istrinya berlibur tidak begitu terasa karena Dimas terus asyik dengan Beina di dunia mayanya. Setelah hari ke tujuh dan seterusnya Dimas merasakan kesepian tanpa ada anak-anak di dekatnya.

Dua minggu sudah berlalu, Dimas di setiap malamnya hanya ditemani laptop dan hp. Tanpa ada jeritan anak-anaknya yang manis-manis tanpa ada bau keringat tukang becak di ketiak istrinya. Malam itu sebelum tidur Dimas hanya diam di atas tempat tidurnya. Pikirannya berkecamuk antara Belina yang cantik, muda mengairahkan yang telah mampu memberikan semangat hidupnya semakin meningkat dan Nia Istrinya yang telah bertahun-tahun mendampingi dengan setia. Nia yang telah mampu membantunya mencukupi kebutuhan sehari-harinya bahkan lebih dari cukup. Tanpa bantuan Nia, Dimas tidak bisa menabung untuk membeli hp mahal, laptop mahal dan mobil yang cukup mewah untuk seorang pegawai negri sepertinya. Nia perempuan yang sangat mandiri tanpa sedikitpun campur tangan Dimas semua urusan rumah tangga ia selesaikan dengan baik. Bahkan gaji untuk pembantu Nialah yang menanggungnya.

Belina juga inspirasi hidupnya setelah istrinya, hanya Dimas belum tahu pasti apakah Belina mau menerima anak-anak Dimas. Tidak pernah terpikirkan dan tidak pernah dibicarakan antara Dimas dan Belina. Dimas mulai ragu dengan sikap Belina yang tidak pernah menanyakan anak-anaknya. Ada rasa kekawatiran takut pada hari-hari yang akan datang tanpa kehadiran anak-anak. Dimas membalikkan badannya tidur tengkurap memendamkan kepalanya diantara bantal-bantal tebalnya. Terasakan masih ada bau badan Nia tapi bukan bau keringat tukang becak lagi kali ini yang dirasakan bau harum istrinya di balik bantal yang menemani tidurnya. Dihirupnya kuat-kuat dan dalam ke sanubarinya di bawah lubuk hatinya yang semakin lama semakin menyusup pada relung jiwa dan nadi kehidupannya.

” Nia ... ternyata aku masih sangat merindukanmu... tapi kemana aku harus menemuinya, hp pun tidak ia bawa, anak-anakku sedang apa dia... dengan siapa saja... lalu...”, Dimas mendadak bangun dengan cepat dan duduk.

” Bagaimana dengan nama Hananta, apakah dia juga ada di sana? ”, pikiran Dimas semakin kalut kemudian keluar dari kamarnya mencari mbok Yah.

”Mbok Yah......” teriak dimas saat mbok Yah sedang nonton TV.

” Ada apa ndoro...sudah malem ko belum tidur?”, jawab mbok Yah.

”Aku mau tanya mbok... apa kemaren mamahnya Aisyah dijemput laki-laki yang bernama Hananta?, tanya Dimas.

” Sebentar ...saya inggat-inggat....ya... non Aina berteriak kegirangan ketika membuka pintu untuk laki-laki yang menjemput dan berkata, horre... om Hananta jadi menjemput kita, mamah... Om Hananta datang”, kata mbok Yah menirukan kalimat yang diucapkan Aina.

” Ya, sudah cukup, aku mau keluar dulu”, kata Hananta sambil mengambil kunci mobilnya.

” Nggih...ndoro ”, jawab mbok Yah tanpa berkata apa-apa lagi, mengerti akan kekalutan hati tuannya.

Malam sudah menunjukkan pukul 22.00 wib tetapi Dimas tetap meluncur ke taman tempat anak-anaknya kemaren bermain. Setelah sampai Dimas masuk ke taman sambil menunjukkan foto anak-anak dan istrinya kepada beberapa pegawai di situ.

”Benar pak...Kemaren hari minggu saya melihat anak-anak ini bermain lama sekali disini, tapi mereka ada bersama kedua orang tuanya, kenapa bapak tanyakan?”, tanya bali dari pegawai taman.

”Makasih banyak infonya ”, jawab Dimas tanpa menjawab pertanyaan pegawai taman.

Dimas masuk mobil menempelkan kepalanya di atas setir mobilnya lama, kemudian menghela nafas panjang.

’Nia...lagi-lagi nama Hananta muncul, apakah Nia inggin meninggalkan aku kemudian menikah dengan Hananta... ah ...jangan sampai terjadi. Tapi aku sendiri bukannya sudah pernah berbicara tentang pernikahan dengan Belina tanpa ada penolakan. Tapi aku tidak bisa hidup tanpa anak-anakku. Nia tidak mungkin menikah dengan Hananta aku tahu Nia bukan wanita yang menarik di hadapan laki-laki. ”, kata Dimas dalam hati.

Dimas meluncur lagi menuju cafe tempat pertemuan Nia dan Hananta yang sempat dikuntitnya waktu itu. Ketika memberikan gambar Nia dan anak-anaknya, pemilik Cafe membenarkan kalau siang tadi dan seminggu yang lalu memang datang , tiga anak kecil dua perempuan dan satu laki-laki bersama kedua orang tuanya.

” Ada apa Pak...kelihatannya mereka keluarga yang harmonis, karena mereka lebih banyak bergurau terus”, jawab pemilik cafe.

” ya ...sudah mas, permisi, makasih informasinya”, jawab Dimas segera menuju mobilnya.

Sesampai di rumah Dimas tidak segera masuk rumah, ia terus memegangi kepalanya hingga tertidur di atas mobil. Pagi harinya terbangun dibangunkan oleh mbok Yah. Hari-hari buat Dimas terasa sangat menyiksa, sementara Belina sudah tidak terpikirkan lagi di kepalanya.

Tak terasa sudah 1 bulan Nia meninggalkannya sendirian di rumah. Sudah beberapa malam ini Dimas melakukan sholat malam meminta petunjuk pada Alloh swt pencipta yang maha mendengarkan permohonannya agar dikembalikannya lagi semua keadaan seperti semula sebelum datang nama Belina dan nama Hananta. Ketenangan di wajah Dimas Mulai terlihat lagi setelah ia pasrahkan semuanya melalui sholat-sholat malamnya pada sang pembuat segalanya di muka bumi ini. Hingga pada malam harinya saat Dimas masih menjalankan sholat isya Nia dan anak-anaknya datang kembali ke rumah di antar Hananta dan istrinya.

Siang itu ada mobil masuj ke dalam halaman rumah Dimas, Belina masuk ke dalam rumah sendirian. Belina adalah istri Hananta teman FB Dimas yang memang masih kuliah di Semarang. Ia sengaja masuk terlebih dulu sementara Nia, Hananta, dan anak-anaknya sengaja tidak masuk terlebih dahulu masih tetap di dalam mobil.

Dimas terkejut melihat Belina datang ke rumahnya.

”Belina....kau...kau...datang ke sini ada apa ... jauh-jauh dari semarang, ayo...duduk dulu, aku ambikan minum dinggin biar segar ya...!‘, tanya dimas sambil menjabat tangan Belina.

” Mas Dimas aku datang jauh-jauh dari semarang yang pertama silahturahmi demi menghilangkan rasa kangenku, yang kedua mau minta maaf karena tidak bisa melanjutkann hubungan kita, selain karena kita sama-sama sudah memiliki keluarga umur kita jauh berbeda, Mas Dimas bukan tipeku”, kata Belina.

”Baiklah kalau itu maumu, tapi kita tetap bersahabat sampai kapanpun”, jawab Dimas sambil memegang erat tangan Belina.

Pak Hananta masuk kedalam rumah bersama Nia dengan tetap memegang pundak Nia dengan erat di hadapan Dimas, kemudian menyambut Belina yang segera berdiri memeluk pinggang Pak Hananta Suaminya.

Sorot mata kemarahan ada di mata Dimas, wajah yang sempat tenang karena kepasrahannya pada pencipta kini hilang seketika.

” Hai laki-laki macam apa kamu, sudah membawa istri orang masih mengandeng perempuan lain lagi”, kata Dimas marah sambil memberikan bogem di wajah Pak Hananta. Segera Belina membantu Pak Hananta yang sedang berusaha menangkis jonjokan Dimas.

”Jangan mas...ini suamiku”, kata Nelina cepat.

” Maksud kamu apa Bel... ini suamimu beneran, katanya kamu punya status lajang di FB, yang benar yang mana? ”, gertak Dimas merasa dipermainkan.

” Pak Dimas...Aku kembalikan istrimu dan aku ambil istriku... ada pertanyaan lagi ...?”, tanya Pak Hananta tegas.

Pertengkaran cepat selesai karena tiga orang anak-anaknya muncul di pintu. Mereka lari berhamburan ke orang tuanya masing-masing. Pembicaraan lama kelamaan menjadi semakin akrab mereka lupa saat mereka saling mencurigai satu sama lainnya.

Siang harinya Dimas terlihat wajahnya berseri-seri, dilmulutnya terdengar suara dendangan dan siulan berulang-ulang sambil memcuci mobilnya. Kemudian masuk ke dalam kamar menyaksikan Nia yang sibuk merapikan kamarnya. Segera Dinmas menangkap badan Nia dan memeluknya.

” Nia jangan pernah tinggalkan aku lagi...untuk selamanya, aku tidak bisa hidup tanpamu sayang’, kata Dimas merayu.

” Pah... kok beda ... sudah tiga tahun ini aku tidak mendengar rayuanmu, kenapa...?”, desak Nia pada Suaminya.

” Karena aku suamimu yang selalu menunggu kehadiranmu disetiap saat”, jawab Dimas berbohong.

Bagi Dimas tidak mungkin menyampaikan tentang bau badan Nia yang seperti tukang becaklah yang membuat Dimas merasa risih tiap kali berdekatan dengan istrinya. Tapi setelah bau itu sudah tidak ada lagi di badan istrinya , kini Dimas justru merasa kangen pada bau keringatnya yang kecut melebihi bau keringat tukang becak itu. Dimas tidak pernah lagi membuka fB maupun cetting apalagi kencan dengan belina melalui dunia maya. Cukuplah bagi Dimas kedua anaknya dan Nia yang sekarang sudah jauh berbeda dengan Nia yang dulu. Nia yang sekarang Cantik, menarik, harum, dan setia.

TAMAT

Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh swt telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mareka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang sholeh, ialah yang taat kepada Alloh swt lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka). Wanitawanita yang kamu khawatirkan nusyusnya (meninggalkan), maka nasehatilah mereka dan pisahkan di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh Maha Tinggi dan Maha Besar ( Quran Surat An nissa’: 34 ).


Makasih buat Dessy sahabatku yang telah kasih inspirasi ...

0 comments:

Posting Komentar

 
BAHASA DAN SASTRA SANG MERPATI PUTIH © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates