• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Mari belajar Drama Lewat Blog
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

PUISI KERINDUANKU PADA ANGIN YANG MENGGEMBARA

Senin, 25 November 2013



MIMPI IMPIAN PAGI
Merajut mimpi yang telah terbeli
Kembali menghitung rumput jalan sepagi ini.
Lewat kepul asap pekat knalpot.
Dan lalu lalang keramaian kota.
Merajut mimpi yang pernah mati
Kembali mengurainya dengan embun pagi.
Lewat celahnya yang begitu menyesak.
Yang kian terhimpit oleh waktu dan ambisi.
Merajut mimpi di ujung pagi
Kembali mengukir keras bebatuan.
Lewat hangat sentuhan mentari.
Dan senyum pengharapan para pencari.
Aku tersimpuh dalam mimpi ini.
Diantara embun dan nentari pagi.
Lewat nurani yang mendekap hati.
Bahwa hidup masih berjalan dengan jiwa ini.
Solo, 29 Mei 2015



Menunggu

Ku tunggu kau diujung malam
Berteman dinginnya malam
Sepi yang kian mengembara dihati
Hingga mengakar di urat kaki ini
Solo, 11 Juni 2013



LANGKAHMU

Mencari nafas yang tertinggal
Di ruang asing yang terbelah waktu
Begitu sepi menyenggat jalan
Terasa jauh di batas mata
Menjaga jarak dari kehilangan langkah


Aku masih disini menjaga nafas yang memburu
Dalam ruang dan waktu yang telah terbelah dua
Begitu senyap menyingkap raga
Tetapi, tetap terasa hangat meski dalam batas mata
Karena jarak langkahmu memancarkan kerinduan
                                                                                                      Solo, 11 Nopember 2014






TIMPUKANMU

Bukannya aku takut pada tatapan matamu.
Atau cibiran nyinyir dari bibirmu.
Dan timpukan batu di pipiku.
Tapi aku takut pada hitam putih lukisan pelangi.

Bukannya aku iba pada luka hatiku sendiri.
Atau sekedar sembunyi dari tajam lidahmu.
Dan menutup luka memar pipiku.
Tapi aku takut pada patahan diaroma yang mengurai.

Aku menyingkir berlari mengunci pintu hatiku rapat-rapat
Dan  memastikan dibalik kaca jendela kamarku.
Agar luka tak semakin memerah dan bernanah.
Sambil berharap tidak akan ada lagi yang menimpuk wajahku.
                                                     Sukoharjo, 9 Nopember 2014

           
 



                          PUISI KERINDUANKU PADA ANGIN YANG MENGGEMBARA



TIMPUKAN ITU

Bukannya aku takut pada tatapan matamu.
Atau cibiran nyinyir dari bibirmu.
Dan timpukan batu di pipiku.
Tapi aku takut pada hitam putih lukisan pelangi.

Bukannya aku iba pada luka hatiku sendiri.
Atau sekedar sembunyi dari tajam lidahmu.
Dan menutup luka memar pipiku.
Tapi aku takut pada patahan diaroma yang mengurai.

Aku menyingkir berlari mengunci pintu hatiku rapat-rapat
Dan  memastikan dibalik kaca jendela kamarku.
Agar luka tak semakin memerah dan bernanah.
Sambil berharap tidak akan ada lagi yang menimpuk wajahku.
                                                                                                              Solo, 9 Nopember 2014
                                              

             LERENG REMBULAN ITU
                        Esti S Sularto

Lagi-lagi aku terikat pada yang kesekian kalinya
Tertidur pada lereng bulan yang semakin hilang
Yang bulatannya terkikis rasa rindu yang makin kusam
Hingga mengelupas pada sisi warna merahnya

Lagi-lagi aku hanya terpaku pada hembusan nafas malam
Yang tak sengaja aku mainkan lewat sentuh dinginnya
Hingga terkapar dalam hangat rindu pelukannya
sambil kutatap bulatan suram mata rembulan

Aku masih harus menunggu putaran tangan waktu
Yang sengaja meninabobokanku dalam malam gelap
Hingga tak kudengar di ujung jauh kau berteriak
Menatap rembulan kusam yang ku tatap jua.

                                                               Sukoharjo, 12 November 2014


RINDUKU PADA ANGIN
Esti S. Sularto


Butiran kerinduan mengurai kambali
Ketika kau tanyakan rindukah pada angin?
Yang telah kesekian kali melangkahi samudra
Bahkan  memerahkan hutan pengharapan

Tiada kerinduan yang mengakar kuat dalam jiwa
Selain kerinduan pada angin yang mengembara
Yang telah membatukan akar pada jiwa
Dan menjadikan kata penuh makna

Kerinduan ini bukan sekedar pengembaraan
Yang mengalir dari untaian panjang rambut hitamku
Meliuk pada tiap lekuk nadiku
Dan menjelajah pada tiap jengkal tubuhku

Kerinduan ini adalah perjalanan jiwa
Yang menenangkan dalam sentuhan jarinya
Melelapkan lelah dalam sejuknya
Membarakan semangat dalam cumbunya
                                                                     Sukoharjo, 10 Desember 2013




MALAM YANG MENGGEMBANG
Esti S.Sularto
 

Senja telah berlalu menyapa malam
Dingin memanggil malam yang sepi
Menyampaikan kabar tentang kerinduan yang terpenggal
Membuat debar dari keterasingan dekapan sepi

Kau sediakan sebidang dada malam ini
Untuk merebahkan segala cahaya jiwaku
Dalam dekap kehangatan dalam selaksa rasa dan makna
Menggendap menahan disegala penjuru mata angin

Ku peluk kau dengan segenap jiwa  raga
Mengarungi  derasnya dahaga kelana
Menggelantung di bawah awan putihnya  
Menahan sinaran rembulan yang temaram

Layar telah terkembang …..
Membuka kerinduan yang kan terbalaskan
Menepis keraguan pada angin yang membara
Mengurai kebekuan hati yang sempat terhenti

Angin bertiup perlahan melantunkan kerinduan
Menyusup diantara ujung-ujung jari kakimu
Merebahkan hati penuh perjalanan imaji
Melepas pekat jiwa
                                                          Sukoharjo, 26 Nopember 2013





BIANGLALA
Esti S. Sularto

Senja jatuh dipelataran
Mencium wangi keringat bumi
Mengurai  lipatan waktu
Yang berjarak hari

Pada permainan warna
Yang begitu tembaga
Menyimpan perputaran
Segera kembali

Senja jatuh dipelataran  
Mencium wangi aroma bumi
Mempermainkan segala musim
Yang berjarak pagi

Dalam peradaban jalan
matahari yang begitu menawan
Membuka harapan  
yang semakin menanti

Seperti cintaku  yang selalu menjaga hati
Cinta sejati yang tak pernah bertepi
Membuka hari dengan penuh rasa hati
Seperti bianglala memberi warna bumi ini
Surakarta, 12 Nopember 2013




HUJAN MALAM INI
Esti S.Sularto
 

Selalu saja begitu  
Setiap dalam hujan
Kucium bau keringatmu
Begitulah…

Dalam setiap hujan akan selalu begitu
Mengaliri tiap jengkal kerinduanku
Menetes perlahan melewati malamku
Seperti malam-malam yang lalu

Malam ini atau malam berikutnya selalu dalam hujan semu tapi indah
Kerinduanku adalah hujan semumu yang selalu membuat jiwaku dalam kuyup
Yang mampu dinginkan panas merah dalam dada yang kian meranggas membara
Tak akan aku biarkan walau tinggal setitik dari rintik ini menghilang dalam lipatan waktu.

                                                                                                       Sukoharjo, 11 Juni 2013





 



                       

 

 

2 comments:

Anonim mengatakan...

jalan sunyi ~

masa dimana masa
berkelip cahaya
sinarnya oh sinarnya
putih berbalut gelap

di ufuk yang terjauh
pada sunyi ku mengeluh
di keramaian ini
aku menempuh jalan sunyi

oh ayun buai zaman
kau samarkan yang haqiqi
kau silaukan para perindu ini
lebih baik kuberikan pada sunyi

Anonim mengatakan...

jalan sunyi ~

masa dimana masa
berkelip cahaya
sinarnya oh sinarnya
putih berbalut gelap

di ufuk yang terjauh
pada sunyi ku mengeluh
di keramaian ini
aku menempuh jalan sunyi

oh ayun buai zaman
kau samarkan yang haqiqi
kau silaukan para perindu ini
lebih baik kuberikan pada sunyi

Posting Komentar

 
BAHASA DAN SASTRA SANG MERPATI PUTIH © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates